ABRAMOVICH, LOKOMOTIF PERUBAHAN SEPUTAR BERITA DUNIA SEPAK BOLA
ABRAMOVICH, LOKOMOTIF PERUBAHAN
Sebelum atau pada tahun 2003, kepemilikan klub sepakbola oleh pebisnis luar negeri merupakan ide yang dianggap nyeleneh. Konsep investasi yang disuntikkan seorang jutawan atau sebuah konsorsium sama sekali tidak terdengar. Sampai datang Roman Abramovich.
Pebisnis kelas kakap Rusia itu lima tahun lalu secara mengejutkan membeli kepemilikan Chelsea dari Ken Bates—mantan Chairman Chelsea—seharga 140 juta pound. Sejak saat itu The Blues bermetamorfosis. Dari yang tadinya klub miskin prestasi menjadi sebuah klub yang disegani di Inggris dan juga Eropa. Jadilah ide Abramovich mengubah tatanan sepakbola di Inggris dan dunia internasional.
Kini, ketika musim 2008-09 memasuki gerbang awal, sembilan klub Liga Premier berpindah tangan ke pebisnis luar negeri. Sejumlah nama pebisnis kelas satu meramaikan proses takeover klub. Mereka di antaranya Malcolm Glazer, Stan Kroenke, Alisher Usmanov, Randy Lerner, George Gillett Jr, Tom Hicks, Bernie Ecclestone, Joe Lewis, Mike Ashley, Thaksin Shinawatra, Bjorgolfur Gudmundsson sampai Lakshmi Mittal.
Tak pelak, di luar beberapa isu kontroversial terkait dengannya, Abramovich pantas disebut katalisator atau seseorang yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa. Lima tahun setelah dipegang Abramovich, Chelsea merengkuh dua gelar premiership, dua Piala Liga dan satu Piala FA. Lima tahun itu menjadi era keemasan The Blues.
“Kehadiran Roman membawa rasa aman soal keuangan, mentalitas juara, pandangan baru soal investasi kepada para pemain muda dan membuat Chelsea menjadi salah satu klub terbaik di dunia. Bukan prestasi sembarangan dalam tempo lima tahun, dan masih akan lebih baik lagi di tahun-tahun berikutnya,” ujar Chairman Chelsea, Bruce Buck, kepada Daily Telegraph.
Kesejahteraan para pemain terjaga. Hubungan dengan mantan manajer, Jose Mourinho dan Avram Grant juga baik-baik saja meski selentingan ada yang menyudutkan. Grant menyebutnya ‘figur terpenting dalam sejarah Chelsea’. Mourinho mengungkapkan tidak ada masalah setelah awal tahun ini menerima hadiah mobil Ferrari senilai dua juta pound. Sejak saat itu sepakbola menjadi sebuah industri dan berimbas pemasukan dari tiap klub melonjak naik.
Ada sisi positif, sisi negatif tidak terlepas di dalamnya. Abramovich yang ditaksir telah menggelontorkan sekitar 600 juta pound membawa pengaruh kapitalisasi pada ranah sepakbola. Gaji yang diterima para pemain premiership melambung tinggi, monopoli gelar oleh segelintir klub dan membanjirnya pemain-pemain asing. Sepakbola Inggris jadi sebuah piramid. Pembelian pemain besar-besaran menggelorakan sekaligus membunuh talenta muda—hal yang diklaim menjadi pemicu kegagalan The Three Lions ke Euro 2008.
‘Efek Abramovich’ semakin menggila. Itulah yang ditakutkan oleh para fans sepakbola di Inggris sana. Selain merusak perkembangan pemain-pemain muda lokal, fans juga terganggu dengan semakin mahalnya harga tiket untuk datang ke stadion. Liga Premier terdistorsi oleh tren gaji super-tinggi. Persaingan antar tim tidak lagi terjaga. “Lihat saja para pemain yang jarang dimainkan sekalipun memperoleh bayaran yang begitu tinggi. Mungkin musim depan lebih baik dicoret saja tim unggulan kelima dari kandidat juara ,” gerutu Malcolm Clarke, ketua federasi suporter sepakbola di Inggris .
Apa yang dikhawatirkan sepertinya tidak akan menghentikan arus deras industrialisasi sepakbola. Dari apa yang dicetuskan Abramovich, pemasukan dari hak siar televisi justru meroket jauh. Dalam beberapa bulan ke depan mayoritas klub Liga Premier akan berpindah tangan ke investor luar negeri. Mungkin lebih banyak miliuner masuk dibanding jutawan nantinya.
sumber Abramovich, Lokomotif Perubahan : LiputanBola.Com
ABRAMOVICH, LOKOMOTIF PERUBAHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar